Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengusulkan untuk membahas opsi pilkada 2024 ditunda. Sebab, Bawaslu menilai sangat rentan terjadi masalah besar dalam penyelenggaraan pilkada 2024.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang menilai usulan tersebut terlalu mengada-ada. Terlebih, dia nenyebut seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu, termasuk Bawaslu, sudah sepakat jika 2024 pemilu dilakukan secara serentak.
Baca Juga
"Kalau menurut saya itu apa namanya mengada-ada. Karena dalam rapat-rapat kerja, dalam rapat dengar pendapat ya kan bahkan dalam konsinyering Bawaslu, KPU, DKPP, pemerintah dalam hal ini Mendagri semua kita sepakat untuk 24 November itu pilkada, 14 Februari itu pilpres," kata Junimart, saat dikonfirmasi, Jumat (14/7/2023).
Advertisement
"Nah, kalau sekarang Bawaslu itu berwacana menurut saya melampaui kewenangannya, melampaui tupoksinya," sambungnya.
Dia pun meminta agar Bawaslu tidak berpolitik dalam setiap tahapan pemilu. Dia menyarankan agar Bawaslu fokus dalam mengawasi tahapan pemilu 2024 yang tengah berjalan saat ini.
"Karena Bawaslu itu menurut saya cukup kerja-kerja saja, fokus kerja mengawasi tahapan ya menuju pileg, pilpres. Nah yang kedua kenapa wacana ini kalaupun menurut Bawaslu sebaiknya ditunda, tidak disampaikan langsung ke Komisi II? Kenapa harus ke publik? Ada apa dengan Bawaslu, ya kan? Bawaslu jangan berpolitik lah. Harus pure, harus murni, kerja-kerja dalam rangka pengawasan," tegasnya.
Lebih lanjut, dia menyebut, seharusnya Bawaslu bersinergi dengan pemerintah dan pihak terkait agar penyelenggaran pemilu 2024 berjalan dengan lancar. Apalagi, menurutnya, tidak ada kewenangan Bawaslu untuk menyampaikan usulan penundaan pemilu 2024.
"Sebaiknya para penyelenggara ini Bawaslu, KPU khususnya dan pemerintah dalam hal ini Mendagri bersinergilah, ya kan, enggak perlu saling menyalahkan juga dan enggak perlu mencari-cari kesalahan KPU atau orang lain atau peserta, kan begitu aja. Kecuali kalau Bawaslu menerima laporan ya laporan dari masyarakat dari peserta pemilu enggak sesuai dengan verifikasi mereka, kan mereka bisa memanggil KPU," papar dia.
"Ndak usah berwacana bikin-bikin isu yang enggak bernilai. Kita fokus terhadap pemulihan ekonomi aja, gitu. Bawaslu bantu jugalah pemerintahan ini, kan begitu. Jangan nanti karena statement ini goreng-goreng semua, ada apa dengan Bawaslu? Kan begitu aja. Kecuali kalau KPU yang mewacanakan itu ya, tapi itu masih bisa diterima akal karena mereka penyelanggara langsung," tutur Junimart.
Bawaslu Usul Pilkada 2024 Ditunda
Sebelumnya, Bawaslu mengusulkan untuk membahas opsi penundaan pilkada 2024 yang sudah dijadwalkan digelar pada November 2024.
Hal itu disampaikan Ketua Bawaslu Rahmat Bagja saat Rapat Koordinasi Kementerian dan Lembaga Negara yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP) Jakarta, Rabu (13/7/2023). Bagja mengungkap sejumlah kekhawatirannya jika Pilkada digelar November 2024.
"Kami khawatir sebenarnya pemilihan 2024 ini karena pemungutan suara pada November 2024 yang mana Oktober baru pelantikan presiden baru tentu dengan menteri dan pejabat yang mungkin berganti," kata Bagja keterangannya, Kamis (13/7/2023).
"Karena itu, kami mengusulkan sebaiknya membahas opsi penundaan pemilihan (pilkada) karena ini pertama kali serentak," sambungnya.
Dia juga menyinggung sejumlah potensi gangguan jika pilkada 2024 digelar bersamaan. Salah satunya, kata Bagja, ialah masalah keamanan.
"Kalau sebelumnya, misalnya pilkada di Makassar ada gangguan kemanan, maka bisa ada pengerahan dari polres di sekitarnya atau polisi dari provinsi lain. Kalau pilkada 2024 tentu sulit karena setiap daerah siaga yang menggelar pemilihan serupa," ujar dia.
Bagja juga menyebut ada beberapa masalah lain seperti pemutakhiran data pemilih, pengadaan dan distribusi logistik pilkada seperti surat suara, dan beban kerja penyelenggara pemilu yang terlalu tinggi. Selain itu, dia juga menyinggung belum optimalnya sinergi antara Bawaslu dan KPU terkait Peraturan KPU (PKPU) dan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu).
"Data pemilih ini banyak sekali masalah, sampai-sampai satu keluarga beda TPS (tempat pemungutan suara) saja malah sampai marah-marah. Begitu juga surat suara, itu banyak permasalahannya misalnya kekurangan surat suara dari TPS A ke TPS B itu juga bisa menimbulkan masalah," ungkapnya.
Â
Reporter:Â Alma Fikhasari
Sumber: Merdeka.com
Advertisement